Thursday, 27 March 2014


Jika seandainya waktu boleh untuk dibohongi, ingin rasanya meminta waktu untuk lebih membohongi dirinya sendiri meminta kembali masa lalu. Menunda berbagai perbuatan tolol yang sudah terlampau diperbuat. Tapi apa daya, semesta dunia melarang waktu untuk berdusta kepada siapapun. Mungkin waktu takut terusir dari dunia hitungan konversi semesta. Ini bukan penyesalan. Tapi kebencian yang tertanam kepada masa lalu. Hingga kini.
Jika seandainya kata “seandainya” bukan bahasa setan, saya akan terus selalu mengucapkan kata sial ini seumur hidup. Lengkap, hidup akan penuh dengan sejuta penyesalah dengan masa lalu. Aksi lebih besar daripada berbicara tak semudah dibayangkan. Ada saatnya manusia butuh bicara tak hanya sekedar berbuat demi mencapai sesuatu yang ditunggunya. Bicara lebih besar daripada aksi justru lebih bodoh lagi ternyata. Waktu akan semakin habis, suara pun akan cepat habis.
Mati bukan lagi pilihan. Jatuh bangun sudah terlalu membosankan, karena lebih banyak jatuh dan enggan untuk bangun. Di tengah keengganan untuk bangun kembali, manusia lebih memilih cepat untuk mati. Berpikir untuk semua urusan cepat selesai. Bukan lagi derita bukan juga tawa.
Masa lalu hanya bisa dikenang oleh mata. Waktu jadi saksi yang mungkin hidup atau mungkin juga mati. Waktu tak bicara, tapi berbuat. Menyaksikan dan memutar peristiwa. Entah dimana memori atau otak waktu.
Manusia mungkin bodoh, tapi mereka tak akan bisa membodohi waktu. Manusia akan kebingungan untuk melihat waktu dengan mata bodohnya.
Untuk apapun gunanya waktu itu, tetap waktu akan berputar sebagai mana mestinya. Dan kata-kata tipuan manusia hanya bisa menipu satu sama lainnya, tapi mereka tak akan bisa membohongi waktu, justru waktu merekam omong kosong mereka.















No comments:

Post a Comment