Tuesday 9 August 2016

ILMU TAK ADA RASANYA

Tragedi ironis pada fenomena atmosfir pendidikan. Nikmat hidup hanya tinggal embel-embel basi yang terlalu alot untuk dicamkan. Apa yang dapat diambil dari keuntungan duduk dibangku kelas? Tontonan film orasi yang membosankan. Dimana ada sesosok objek berdiri menyuapi sesuatu yang sebenarnya tidak bisa disuap kepada seorang manusia. Sesosok yang seharusnya membangun kreatifitas, kedisiplinan berpikir, dan kecerdasan. Sekarang sungguh amat langka sesosok yang membuang egosentrisnya (yang rata-rata kehausan nilai mata uang) untuk membangun opini menjadi teori. Bahkan sebuah materi pun tak berharga apapun lagi dikala ruangan yang seharusnya diramaikan oleh pertempuran ide menjadi ruangan yang mistis. Terlalu ditakuti oleh manusia-manusia yang menduduki kursi-kursi diruangan itu.
Kala pemerintah yang otoriter namun pengajar yang demokratis telah diputar balik menjadi pemerintah demokratis namun pengajar otoriter (ditambah skeptis). Idealisme menjadi relatif harganya sesuai dengan keadaan. Yah, sungguh memilukan. Hingga tak ada materi yang mengajarkan bagaimana menikmati ilmu. Bagaimana cara merasakan kesegaran ilmu ditengah kebodohan opini yang menjamur? Ternyata mata air ilmu telah rusak oleh bencana. Bencana ketidak pedulian dan ketamakan. Tidak peduli akan pentingnya menjaga tatanan alam kecerdasan, tamak akan keyakinan idealisme materi adalah segalanya.
Masuk dalam kelas setiap hari demi dewasa mendapat profesi. Ukuran besaran nilai bukan hanya dibangku pendidikan, namun dilapangan kehidupan. Tak masalah jika ukuran besaran itu hanya berada pada lapangan pekerjaan. Nahas, sibuk mencari kuliah dengan susah payah, lulus hanya diambil “tenaganya”. Beginikah hasil revolusi mendapatkan reformasi? Menggulingkan subjek berkuasa kemudian bergembira akan “kebebasan”. Sampai lupa bahwa merdeka bukan menciptakan kelas hampa. 

Tak salah bilamana aku terkantuk dalam ruang hampa dengan nyanyian perantara. Tak usah risau lagi jika nilai mata kuliah tak terhitung tinggi. Pada kenyataannya nilai realitaslah yang menyanggupi mengangkat seseorang. Ilmu sekarang tak lagi didapat dari dalam kelas namun dapat diambil dari ruang realitas. Jadi, jangan lupa siapkan bumbu sebelum menyantap ilmu.

No comments:

Post a Comment